Red Campred Inspiration

Red Campred Inspiration

Kamis, 12 Mei 2011

RUKI vs WATARU



MaNa Yang Ruki Gazette ?????




Gazette vs 12012






MaNa YanG WATARU 12012 ????

DIFTERI part IV

Upaya Pencegahan

DIFTERI

            Cara paling baik untuk pencegahan penyakit difteri adalah pemberian imunisasi aktif pada masa anak-anak secara komplit.
            Antigen difteri secara tunggal belum ada, biasanya pemberian vaksin difteri bersamaan dengan vaksin pertusis dan tetanus, seperti  diphteria-tetanus-pertusis vaccine (DTaP) untuk anak-anak  dan tetanus-diphteria vaccine (Td) untuk dewasa. Pemberian vaksin pada anak-anak adalah pada umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-16 bulan, kemudian dilanjutkan dengan booster setiap 10 tahun.

Di negara berkembang difteri acap menjadi penyebab kematian pada anak-anak.Untungnya pada dekade terakhir telah dikembangkan pencegahan difteri melalui vaksinasi difteri (DPT) yang wajib diberikan pada anak-anak. Sayangnya  pada bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa kekebalan hanya dieroleh selama 10 tahun setelah imunisasi , sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali. Pada waktu dewasa, perlu dilakukan anamnesis yang baik, apakah pasien lengkap mendapatkan imunisasi terhadap difteri.

Orang yang kontak erat dengan penderita difteri terutama yang tidak pernah / tidak sempurna mendapat imunisasi aktif, dianjurkan pemberian booster dan melengkapi pemberian vaksin. Kemudian diberika komprofiksasi yaitu penicillin procain 600.000 unt intramuskular per hari atau erythromycin 40mg/kg BB/hari, selama 7-10 hari.

Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit , di unit perawatan intensif. Ia akan diberi suntikan antioksidan dan mendapatkan pemantauan ketet terhadap sistem pernafasan dan jantung. Untuk melenyapkan basil diberikan antibiotik. Pemulihan difteri yang berat akan berlangsung perlahan. Biasanya anak tidak boleh terlalu bnayak bergerak karena kelelahan bisa melukai jantung yang meradang.

Bila tidak memungkinkan dilakukan pengawasan, sebaiknya diberikan anioksin difteri 10.000 unit intramuskular. 2 minggu sesudah pengobatan diberikan, dilakukan kultur untuk meyakinkan eradiksasi basil C.dyphtheriae.

Selain itu pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan : 1) mengurangi minum es karena minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan tenggorokan tersa sakit; 2) menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan karena penyakit menular seperti difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat senitasi yang rendah, oleh karena ituselain menjaga kebersihan diri kita juga perlu menjaga kebersihan lingkungan sekitar; 3) makanan yang kita konsumsi harus bersih dan jika kita membeli makanan di luar, pilihlah warung yang bersih; 4) jika terserang difteri,penderita segeralah mendapatkan penanganan dengan dirawat dengan baik untuk mempercepat kesembuhan dan supaya tidak menjadi sumber penularan.


DIFTERI part III

Diagnosis


Difteri


            Diagnosis dini sangat penting karena keterlambatan pemberian antitoksin sangat mempengaruhi prognosa penderita. Diagnosis harus segera ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik tanpa menunggu hasil mikrobiologi.

            Adanya membran di tenggorokn sebenarnya tidak begitu spesifik untuk difteri, karena beberapa penyakit lain juga ditemukan membran. Tapi membran pada difteri agak berbeda dengan membran lain. Warna membran pada difteri lebih gelap dan lebih keabu-abuan disertai dengan lebih banyak fibrin dan melekat dengan mukosa dibawahnya. Bila diangkat akan terjadi pendarahan. Biasanya dimulai dari tonsil dan menyebar ke uvula.

            Untuk pemeriksaan bakteriologis, bahan yang diambil adalah membran itu sendiri atau bahan di bawah membran. Bahan diambil dlam Loffler Telluritedan media blood agar. Pemeriksaan laboratorium darah dan urin tidak ditemukan arti yang spesifik. Leukosit dapat meningkat atau normal, kadang-kadang dapt anemia, karena adanya hemolise sel-sel darah merah.


Shick Tes

            Shick Tes bertujuan untuk menentukan ada/tidaknya antibodi terhadap toksin dofteri. Tes kulit ini digunakan untuk menentuka status imunitas penderita. Tes ini tidak dapat berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari, tetapi tes ini bergun untuk menentukan keretangan para dan diagnosis serta penatalaksanaan defisiensi kekebalan.

Epidemiologi DIFTERI Part II

Kriteria disebut KLB


PENYAKIT DIFTERI

KLB (Kejadian Luar Biasa) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.KLB merupakan salah satu kategori status wabah dalam peraturan yang berlaku di Indonesia yang diatur oleh Peraturan Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.

            Terjadinya epidemi penyakit ini telah dilaporkan sejak tahun 1921. Pada tahun 1983 , WHO melaporkan 92000 kasus difter pernafasan yang terjadi di Asia , Afrika , Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Pada Tahun 1998 , telah dilaporkan sebanyak 200.000 kasus di daerah bekas negara Rusia dan 5000 kasus diantaranya meninggal dunia.

Difteri disebut sebagai kriteria KLB karena difteri merupakan penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal sehingga termasuk oenyakit langja yeng terjadi di suatu daerah tersebut. Terjangkitnya Difteri di suatu daerah dapat dikatakan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa). Sebagai Contoh adalah KLB Difteri di Boyolali. Hal ini karena difteri tergolong langka, dan mulai diwaspadai menyusul dirawatnya seorang balita di RS Pandan Arang Boyolali karena diduga terjangkit virus mematikan yang konon lebih ganas dari avian influenza (AI) atau flu burung. Hasil diagnosis dokter, pasien yang masih balita itu ‘suspect difteri’. Hal ini tampak selain gejala yang ditimbulkan panas tinggi, di bagian rongga mulut ditemukan bercak putih dan tenggorokan terasa sakit jika menelan makanan.

Kriteria lain adalah terjadi peningkatan kejadian penyakit terus – menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut. Sebagai contoh seperti di Kalimantan Timur, dinyatakan sebagai KLB Difteri karena pada tiga daerah di Kalimantan Timur muncul kasus difteri sejak Januari 2010  hingga April 2010 dimana kasus teringgi terjadi pada bulan April. Ditemukan 54 kasus gejala, walaupun ditemukan tahap carrier tapi 29 diantaranya termasuk kasus positif dan 3 orang diantaranya meninggal dunia. Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, M Syiafak Hanung di Samarinda, Selasa (11/5/2010), “ Sesuai ketentuan jika ada satu daerah terserang difteri, maka daerah tersebut ditetapkan sebagai KLB. Kasus KLB Difteri di Kalimantan Timur meliputi Kota Smarinda, Kota Balikpapan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara”.

Epidemiologi DIFTERI Part I

Perjalanan Alamiah Penyakit


 DIFTERI






Prepatogenesis

Penyakit difteri tersebar diseluruh dunia, terutama di negara miskin, yang penduduknya tinggal pada tempat-tempat pemukiman yang rapat, higiene dan sanitasi jelek, dan fasilitas kesehatan yang kurang.
Orang-orang yang beresiko tinggi terkena penyakit difteri adalah : 1) tidak dapat imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap; 2) immonucopromised, seperti sosial ekonomi yang rendah, populasi anak jalanan, pemakai obat imunosupresif, penderita HIV, diabetis militus, pecandu alkohol dan narkotika; 3) tinggal pada tempat-tempat yang padat seperti rumsh tahanan (penjara), rumah penampungan; 4) Sedang melakukan perjalanan (travel) ke daerahdaerah yang sebelumnya merupakan endemik difteri.


Inkubasi

Manusia merupakan satu-satunya resevoir dari infeksi difteri Basil C.Dyphtheriae penyebab difteri akan menginfeksi saluran nafas. Masa inkubasi difteri pada umunya 2-5 hari (range 10 hari). Pada difteri kutan adalah 7 hari sesudah infeksi primer pada kulit.


Penyakit Dini

Tanda pertama pada penyait difteri biasanya seperti sakit tenggorokan , demam dan gejala yang menyerupai pilek biasa. Saat C. Dyphtheriae masuk ke dalam hidung atau mulut, basil tumbuh dan berkembang pada mukosa saluran nafas bagian atas terutama daerah tonsil, faring ,laring ,kadang-kadang di kulit, konjungtiva atau genital. Basil ini kemudian  mengeluarkan toxin atau racun , yang diabsorpsi melewati membran sel mukosa, yang menyebabkan terjadinya peradangan dan destruksi sel epitel. Kemudian penetrasi dan inerferensi dengan sintesa protein bersama –sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleutide (NAD) dengan membentuk formasi sehingga transferase adenosine difosforilase tidak aktif. Sintesa protein terputus karena enzin dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dari RNA dengan memperpanjang rantai polipeptide , akibatnya terjadi nekrosis jaringan. Pada daerah nekrosis ini terbentuk fibrin, kemudian diinfiltrasi oleh sel lekosit, keadaan ini yang menyebabkan terbentuk eksudat yang mula-mula masih dapat terkelupas.


Penyakit Lanjut

Pada keadaan lebih lanjut, toksin yang diproduksi oleh basil ini semakin meningkat, menyebabkan daerah nekrosis semakin bertambah luas dan bertambah dalam, sehingga menimbulakan terbentuknya fibrous exudate (membran palsu) yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, sel leukosit, dan eritrosit, berwarna abu-abu sampai hitam. Membran ini sukar terkelupas, kalau dipaksa lepas akan menimbulkan perdarahan. Membran ini terbentuk pada tonsil.faring,laring, dan pada keadaan berat bisa mengelupas sampain ke trakea, kadang-kadang bronkus, kemudian diikuti edema soft tissue di bawah mukosanya. Keadaan ini dapat menimbulkan obstruksi saluran pernafasan sehingga perlu tindakan segera.




Akhir Penyakit

Akhir dari penyakit berbeda-beda tergantung jenis difterinya. Pada Difteri tonsil dan faring, di kasus ringan membran akan menghilang antara 7-10 hari dan penderita tampak sehat ; pada kasus sangat berat ditandai dengan gejala-gejala toksemia berupa lemah, pucat, nadi cepat dan kecil, stupor, koma dan meninggal dalam 6-10 hari; pada kasus sedang,penyembuhannya lambat disertai komplikasi seperti miokarditis dan neuritis.
 Pada Difteri Laring kasus ringan dengan diberikanantitoksin, gejala obstruksi akan hilang dan membran hilang dalam 6-10 hari. Pada kasus berat terjadi penyumbatan yang diikuti dengan anoksemia yang ditandai gelisah, sianosis, lemah, koma, dan meninggal.dapat menimbulkan sumbatan aliran pernafasan sehingga dapat menyebabkan kematian.



Cara Penularan





Pembawa kuman ini adalah manusia sendiri dan amat sensitif pada faktor-faktor alam sekitar seperti kekeringan, kepanasan dan sinar matahari. Virus difteri bisa muncul dari anak yang tidak diimunisasi sejak kecil. Difteri disebarkan dari kulit, saluran pernapasan dan sentuhan dengan penderita difteri itu sendiri atau  dapat melalui udara yang tercemar oleh carrier difteri. Basil ini ditularkan melalui kontak langsung dari percikan ludah batuk , bersin , atau berbicara dengan penderita. Dapat pula  tertular tidak dengan kontak langsung tapi melalui debu , baju , buku , mainan , benda atau makanan yang telah terkontaminasi oleh basil. Kontak tidak langsung ini dapat terjadi karena basil ini cukup resisten terhadap udara panas , dingin , kering , dan than hidup pada debu , mutah selama 6 bulan. 







DIFTERI part II



Macam-Macam DIFTERI


Difteri dapat menyerang beberapa bagian seperti difteri tonsil dan faring, difteri laringDapat pula terjadi diluar saluran nafas seperti , difteri kulit, difteri konjungtiva, difteri telinga, difteri vulvovaginal. Tanda dan gejalanya seperti berikut,



Difteri tonsil dan faring
            Jenis ini biasanya disertai dengan penyerapan toksin secraa sistemik. Gejala pertama berupa lesu, sakit menelan, anoreksia, demam yang tidak begitu tinggi tapi pasien terlihat toksik. Ditandai dengan adanyaadenitis/periadenitis cervikal,kasus yang berat ditandai dengan bullneck (limfadenitis disertai edema jaringan lunak leher). Suhu dapat normal atau sedikit meningkat tetapi nadi biasanya cepat.

Difteri Hidung
            Kira-kira kasus difteri dan gejalanya paling ringan. Biasanya ditandai oleh adanya sekret hidung dan tidak khas. Sekret ini biasanya menempel pada septum nasi, absoprsi toksin ini biasanya mudah menghilang dengan pemberian antitoksin, bila tidak diobati maka toksin akan berlangsung berminggu-minggu dan merupakan sumber utama penularan. Bentuk penyakit ini paling sering ditemukan pada bayi

Difteri Laring
Kebanyakan merupakan penjalaran dari difteri laring, tetapi kadang-kadang berdiri sendiri. Pada jenis ini ditemukan perluasan pembentukan membran dari faring ke dalam laring. Gejala yang ditemukan adalah sura parau, batuk-batuk hebat dan membran biasanya menimbulkan sumbatan aliran pernafasan.

Difteri Kulit
            Pada jenis ini paling sering terjadi pada orang-orang yang ridak tinggal di rumah (gelandangan). Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum secara toksik, suhu 38ºC, kesulitan bernafas, takikardi dan pucat. Pada pemeriksaan mukosa ditemukan pseudomembran pada palatum,faring, epiglotis, laring, trakea, sampai kepada daerah trakeobronkus (tergantung penyakitnya).

Difteri Konjungtiva
            Mengenai konjungtiva palpebra yang ditandai edema dan adanya membran di konjungtiva palpebra.
Difteri Telinga
            Ditandai dengan adanya cairan mukopurulen yang peristen
Difteri Vulvovaginal
            Ditandai dengan adanya ulkus dengan batas jelas

DIFTERI

Pengertian Difteri




Difteri adalah suatu penyakit yang dikarenakan infeksi akut yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernafasan atau kulit, yang dikarenakan terjangkit basil gram positif penghasil racun yaitu Corynebacterium diphtheriae (C. diphtheriae). Difteri berasal dari bahasa Yunani yang berarti kulit. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh seorang dokter dari Prancis yang bernama Arman Trousseau pada tahun 1855. Difteri termasuk penyakit menular.  Ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang sistemik dan efek sistemik yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh basil ini. Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung dan kadang pada kulit,konjungtiva, genitalian dan telinga.  

Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit difteri ini adalah basil Corynebacterium diphtheriae. Basil ini disebut juga basil Klebs-Loffler karena ditemukan pertama kalinya tahun 1884 oleh basilologist dari Jerman yaitu Edwin Klebs dan Friedrich Loffler . Basil ini termasuk jenis batang garam positif , pleomorfik , tersusun berpasangan (palisade)  tidak bergerak , tidak membentuk spora (kapsul) , aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin. Bentuknya seperti pali (pembesaran pada salah satu ujungnua) , diameternya 0,11 mm dan panjangnya beberapa mm. Basil ini tumbuh pada medium tertentu , seperti medium loeffler , medium tellurite , medium fermen glukosa , tindale agar. Pada medium Loffler basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni kecil, granular , berwarna hitam dan dilingkari warna abu-abu coklat. Basil ini paling sering dijumpai pada medium yang mengandung penghambat tertentu , yang memperlambat pertumbuhan mikroorganisme lain (medium tellurite). Pada media tellurite C.Dyptheriae yang dpat memproduksi eksotoksin , dibedakan menjadi 3 : koloni mitis , yang bentuk koloninya kecil , halus , warna hitam, konveks dan dapat menyebabkan terjadinya hemolisis eritrosit ; koloni gravis , kolninya besar , kasar ireguler , berwarna abu-abu dan dan tidak menimbulkan hemolisis ada eritrosit ; koloni intermediate , koloninya kecil , halus , mempunyai bintik kecil ditengahnya dan dapat menimbulakan hemolisis eritrosit. C,Dyptheriae adalah mikroorganisme yang tidak invasif , hanya menyerang bagian superfisial dari saluran pernafasan dan kulit yang menyebabkan terjadinya peradangan lokal dan diikuti nekrosis jaringan.Lebih sering menyerang anak-anak. Basil ini biasanya menyerang bagian saluran pernafasan terutama laring , amandel dan tenggorokan. Tapi tak jarang, racub juga dapat menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung.

Tanda dan Gejala

. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit tekak dan demam secara tiba-tiba disertai tumbuhnya membran kelabu yang menutupi tonsil serta bagian saluran pernapasan. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher sering terjadi.
Secara umum gejala mulai timbul dalam waktu 1-4 hari seteah terinfeksi. Gejala awal yang ditimbulkan 1) demam dan panas tinggi sekitar 38ºC, 2) mual-mual dan mutah, 3) Terbentuk selaput atau membran yang tebal,berbintik, berwarna hijau kecoklatan atau keabu-abuan di kerngkongan sehingga sukar sekali untuk menelan dan tersa sakit , 4) tenggorokan terasa sakit jika menelan makanan, batuk keras, dan suara parau, 5) denyut jantungnya cepat, 6) Rinorea, berlendir kadang bercampur darah, 7) bila difteri bertambah parah, tenggorokan menjadi bengakak sehingga menyebabkan penderita sesak nafas, bahkan yang lebih emmbahayakan lagi, dapat pula menutup sama sekali jalan nafas, 8) kelenjar akan membesar dan nyeri di sekita leher, 9) kadang-kadang telinga menjadi terasa sakit akibat peradangan, 10) dapat pula menyebabkan radang pembungkus jantung sehingga penderita dapat meni ggal secara mendadak.
Pada serangan difteri akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati , basil , dan bahan lainnya. Membran in tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika membran dilepas secara paksa , maka membran di bawahnya akan berdarah. Membran ini enyebab penyempitan saluran udara atau secra tiba-tiba dapat terlepas dan menyumbat saluran udara , sehingga penderita mengalami kesulitan bernafas. Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah diagnosis ditegakan.
Menurut tingkat keparahannya , difteri dibagi menjadi 3 tingkat : 1) infeksi ringan, dengan karkateristik apabila pseudomembrane hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya pilek dan nyeri pada waktu menelan ; 2) infeksi sedang, dengan karakteristik apabila pseudomembrane telah menyerang sampai faring dan laring sehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak ; 3) infeksi berat, dengan karakteristik apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-gejala yang ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis , paralsi dan nefritis.